Share Me!

>
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اِنّا لِلّهِ وَاِنّا اِلَيْهِ رَجِعُوْنَ  
اِنّا لِلّهِ وَاِنّا اِلَيْهِ رَجِعُوْنَ  
اِنّا لِلّهِ وَاِنّا اِلَيْهِ رَجِعُوْنَ  



Syaikh Abu Zant adalah salah seorang ulama besar dan aktivis dakwah di Yordania. Beliau juga beberapa kali terpilih menjadi anggota parlemen Yordania.

Ulama yang merupakan salah seorang pemimpin Ikhwanul Muslimin ini dilahirkan di kota Nablus, Palestina, pada tanggal 28 September 1937. Sejak masih berumur belasan tahun, Syaikh Abu Zant sudah menjadi pejuang kebebasan Masjidil Aqsha dan Palestina.

Sebagai ulama, Syaikh Abu Zant sudah mengelilingi seluruh Palestina untuk mengobarkan semangat perlawanan terhadap penjajah Yahudi, hingga bergabung dengan jamaah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1952.

Jenazah Syaikh Abu Zant dishalatkan Ahad sore lalu (26/7), di Masjid Hayy Nizal. Masjid sesak dipenuhi orang yang menyalatinya hingga meluber ke jalan-jalan.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan posisi tertinggi bagi beliau di Jannah. Aamiin. (adibahasan/arrahmah.com)

TOPIK: HEADLINE, IKHWANUL MUSLIMIN, SYAIKH ABU ZANT

وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Amalan yang pahalanya akan terus mengalir hingga hari kiamat mungkin merupakan salah satu hal yang sebaiknya dicari setiap orang yang hidup di dunia ini. Hal ini dikarenakan setiap manusia akan mati, dan ketika mereka sudah mati maka tidak ada lagi kebaikan yang bisa mereka perbuat untuk terus menuai pahala untuk hari penimbangan di akhirat nanti. Karena itulah, jenis-jenis amalan ini ada baiknya kita lakukan agar kita bisa terus mendapatkan pahala. Kali ini kita akan sama-sama membahas tentang apa saja yang membuat kita tidak berhenti mendapat pahala meskipun sudah di alam yang berbeda.

Jika kita berbicara tentang amalan yang terus berlanjut hingga hari kiamat, maka kita tidak boleh lupa untuk mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim. Pada hadits tersebut diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa manusia yang meninggal maka akan putus semua pahala yang pernah ia perbuat tapi tidak dengan 3 hal. Hal-hal yang tidak bisa putus itu adalah amal jariah, doa dari anak-anak yang shaleh, serta ilmu yang berguna untuk masyarakat atau untuk anggota keluarga serta teman-teman yang ia tinggalkan ketika ia masih hidup.

Lewat hadits tersebut, diketahui bahwa ketika seseorang meninggal, putusnya pahala kebaikan dari orang itu juga terjadi tanpa pandang bulu siapa pangkat dia ketika masih hidup atau apa yang ia lakukan semasa hidupnya. Meski begitu, ternyata Allah SWT memberikan seseorang kesempatan untuk berbuat sesuatu yang akan membuatnya terus mendapatkan pahala bahkan setelah ia menjadi satu dengan tanah. Apa yang akan memberinya pahala di alam kubur bukan lagi apa yang yang akan ia perbuat mengingat ia tidak lagi bisa berbuat apa-apa, melainkan perbuatan yang pernah ia lakukan.

Salah satu dari amalan yang pahalanya akan terus mengalir hingga hari kiamat adalah amal jariyah. Hal ini disebabkan karena ketika kita menyisihkan uang untuk beramal jariyah, maka kita bisa membantu orang-orang yang kesusahan. Atau jika kita menggunakannya untuk berinfaq di sebuah masjid maka kita akan terus diingat sebagai orang yang membantu penegakan agama Allah di muka bumi, serta membantu orang lain untuk mendapatkan akses lebih mudah ke tempat beribadah.

Dari hadits yang disebutkan tadi, amal jariyah hanyalah satu dari tiga yang bisa terus-terusan memberi kita pahala bahkan di dunia yang berbeda. Sisanya adalah doa dari orang-orang yang shaleh dan ilmu yang bermanfaat. Demi mendapatkan amalan tanpa putus dari ketiga hal tersebut, maka kita bisa terus selalu melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kondisi sekitar kita, bagi masyarakat yang hidup bersama kita. Contohnya adalah sebagai berikut:

  1. Mengajarkan ilmu-ilmu yang bisa digunakan oleh masyarakat
  2. Menanam pohon yang bisa memberi makan orang banyak, seperti misalnya buah yang boleh dipetik sesuka hati
  3. Membuat sumber mata air, agar orang-orang yang tinggal di sekitar kita tidak akan kehausan atau kesulitan mencari sumber air bersih.
  4. Membuat sistem irigasi sawah agar orang-orang lebih mudah bercocok tanam
  5. Membela tanah air

Bisa dilihat dari contoh-contoh yang tertulis di atas, bahwa sesungguhnya yang bisa membuat kita mendapat pahala terus menerus adalah dengan membantu orang lain, karena kita bisa didoakan dan terhitung sebagai amalan yang pahalanya akan terus mengalir hingga hari kiamat.

وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


DOA KETIKA GEMPA BUMI

اللّهمّ انّي أسألك خيرها وخير مافيها وخير ماارسلت به واعوذ بك من شرّها وشرّمافيها وشرّماارسلت به

ALLOHUMMA INNI AS’ALU KHOIROHA WA KHOIROMA FIHA WA KHOIRO MA ARSALTA BIHI, A’UDZUBIKA MIN SYARRIHA WASYARRIMA FIHA WA SYARRI MA ARSALTA BIH.


Artinya: “Ya Alloh, sesungguhnya aku memohon kehadirat-Mu kebaikan atas apa yang terjadi, dan kebaikan  apa yang didalamnya, dan kebaikan atas apa yang Engkau kirimkan dengan kejadian ini. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukan atas apa yang terjadi, dan keburukan atas apa yang terjadi didalamnya, dan aku juga memohon perlindungan kepada-Mu atas apa-apa yang Engkau kirimkan.”

Sebuah kisah, suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, "Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.'' Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, "Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian, maka jawablah (berbuatlah supaya Allah ridha kepada kalian)!"

Sepertinya, Umar bin Khattab RA mengingat kejadian itu. Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk Madinah, "Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi"

Seorang dengan ketajaman mata bashirah seperti Umar bin Khattab bisa, merasakan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh para penduduk Madinah, sepeninggal Rasulullah dan Abu Bakar As-Shiddiq telah mengundang bencana.

Umar pun mengingatkan kaum Muslimin agar menjauhi maksiat dan segera kembali kepada Allah. Ia bahkan mengancam akan meninggalkan mereka jika terjadi gempa kembali. Sesungguhnya bencana merupakan ayat-ayat Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya, jika manusia tak lagi mau peduli terhadap ayat-ayat Allah.

A. Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab Al-Jawab Al-Kafy mengungkapkan, "Dan terkadang Allah menggetarkan bumi dengan guncangan yang dahsyat, menimbulkan rasa takut, khusyuk, rasa ingin kembali dan tunduk kepada Allah, serta meninggalkan kemaksiatan dan penyesalan atas kekeliruan manusia. Di kalangan Salaf, jika terjadi gempa bumi mereka berkata, 'Sesungguhnya Tuhan sedang menegur kalian'.''

Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga tak tinggal diam saat terjadi gempa bumi pada masa kepemimpinannya. Ia segera mengirim surat kepada seluruh wali negeri, Amma ba'du, sesungguhnya gempa ini adalah teguran Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan saya telah memerintahkan kepada seluruh negeri untuk keluar pada hari tertentu, maka barangsiapa yang memiliki harta hendaklah bersedekah dengannya."

"Allah berfirman, 'Sungguh beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan tobat ataupun zakat). Lalu, dia mengingat nama Tuhannya, lalu ia sembahyang." (QS Al-A'laa [87]:14-15). Lalu katakanlah apa yang diucapkan Adam AS (saat terusir dari surga), 'Ya Rabb kami, sesungguhnya kami menzalimi diri kami dan jika Engkau tak jua ampuni dan menyayangi kami, niscaya kami menjadi orang-orang yang merugi."

"Dan katakan (pula) apa yang dikatakan Nuh AS, 'Jika Engkau tak mengampuniku dan merahmatiku, aku sungguh orang yang merugi'. Dan katakanlah doa Yunus AS, 'La ilaha illa anta, Subhanaka, Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, inni kuntu minnadzolimiin sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim'."

Jika saja kedua Umar ada bersama kita, mereka tentu akan marah dan menegur dengan keras, karena rentetan "teguran" Allah itu tidak kita hiraukan bahkan cenderung diabaikan.

Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Segala sesuatu adalah kembali kepada Allah sang Pemilik.

Dan dalam firman-Nya yang lain Allah menegaskan bahwa apapun yang terjadi di alam semesta ini adalah sesuatu yang telah ditakdirkan oleh-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab Nya sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Qs. Al Hadid : 22)

Allah Ta’ala juga berfirman,

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin ALLAH.” (QS. At Taghobun: 11)

أَوَلاَ يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَّرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لاَ يَتُوبُونَ وَلاَ هُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran.” (Qs. At Taubah : 126)

Saudaraku fillah, Sebelum masa tangguh itu berakhir ... Sebelum Allah menegur kita lebih keras, inilah saatnya kita menjawab teguran-Nya. Labbaika Ya Allah,.. kami datang kembali kepada-Mu. Wallahu a'lam bishawab.

وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


“Setidaknya dua kali gempa tercatat dalam riwayat hadits Nabi. Yang pertama di Mekah. Dan kedua di Madinah. Pertama, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Kuzaimah, ad-Daruquthni, dan lainnya dari Utsman bin Affan bahwa dia berkata,

Apakah kalian tahu Rasulullah pernah berada di atas Gunung Tsabir di Mekah. Bersama beliau; Abu Bakar, Umar dan saya. Tiba-tiba gunung berguncang hingga bebatuannya berjatuhan. Maka Rasulullah menghentakkan kakinya dan berkata: Tenanglah Tsabir! Yang ada di atasmu tidak lain kecuali Nabi, Shiddiq dan dua orang Syahid.”

Kedua, hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata:
“Nabi naik ke Uhud bersamanya Abu Bakar, Umar dan Utsman. Tiba-tiba gunung berguncang. Maka Nabi menghentakkan kakinya dan berkata: Tenanglah Uhud! Yang ada di atasmu tiada lain kecuali Nabi, Shiddiq dan dua orang syahid.”

Di antara pelajaran besar dalam dua riwayat di atas bahwa ternyata gunung tidak layak berguncang saat ada 4 manusia terbaik ada di atasnya. Nabi harus menghentakkan kaki dan mengeluarkan perintah kepada gunung untuk menghentikan guncangan tersebut.

Di sinilah pelajaran besarnya bagi kita sebagai analisa pertama tentang gempa. Bahwa keberadaan orang-orang shaleh di sebuah masyarakat membuat bumi tidak layak berguncang. Kriteria keshalehan sangat spesifik disebutkan dalam riwayat tersebut. Untuk kita, hanya tinggal dua pilihan mengingat sudah tidak ada lagi nabi. Yaitu: Shiddiq. Kriteria utama Abu Bakar adalah beriman tanpa ada rasa keraguan sedikit pun. Dan Syahid. Mereka yang meninggal fi sabilillah.

Jika manusia dengan dua kriteria itu masih banyak yang hidup di atas bumi, maka bumi tidak layak gempa. Sebaliknya, gempa terjadi manakala bumi telah sepi dari keberadaan orang-orang dengan keimanan tanpa ada kabut keraguan dan orang-orang yang meninggal fi sabilillah.

Dalam riwayat mursal yang disebutkan oleh Ibnu Abid Dun-ya, setelah Rasulullah menenangkan guncangan beliau berkata kepada para shahabat,

“Sesungguhnya Tuhan kalian sedang menegur kalian, maka ambillah pelajaran!”

Gempa di Mata Umar bin Khattab radhiallahu anhu
Gempa juga tercatat pernah terjadi di Masa kekhilafahan Umar, sebagaimana yang disampaikan dalam riwayat Ibnu Abid Dun-ya dalam Manaqib Umar. Madinah sebagai pusat pemerintahan kembali berguncang. Umar menempelkan tangannya ke tanah dan berkata kepada bumi, “Ada apa denganmu?” Dan inilah pernyataan sang pemimpin tertinggi negeri muslim itu kepada masyarakat pasca gempa,

“Wahai masyarakat, tidaklah gempa ini terjadi kecuali karena ada sesuatu yang kalian lakukan. Alangkah cepatnya kalian melakukan dosa. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, jika terjadi gempa susulan, aku tidak akan mau tinggal bersama kalian selamanya!”

Kembali, generasi terbaik itu mengajarkan ilmu mulia bahwa gempa terjadi karena dosa yang dilakukan oleh masyarakat. Umar dengan tegas menyatakan itu. Lebih tegas lagi saat dia bersumpah bahwa jika terjadi gempa susulan, Umar akan meninggalkan Madinah. Karena itu artinya dosa kembali dikerjakan dan tidak kunjung ditaubati.

Gempa di Mata Ka’ab bin Malik radhiallahu anhu
Shahabat Ka’ab bin Malik mempunyai pendapat yang mirip dengan Umar bin Khattabh. Inilah pernyataan lengkapnya tentang gempa,

“Tidaklah bumi berguncang kecuali karena ada maksiat-maksiat yang dilakukan di atasnya. Bumi gemetar karena takut Rab nya azza wajalla melihatnya.”

Ka’ab menyebut bahwa guncangan bumi adalah bentuk gemetarannya bumi karena takut kepada Allah yang Maha Melihat kemaksiatan dilakukan di atas bumi-Nya.

Gempa di Mata Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha
Inilah pelajaran yang diberikan oleh guru besar para shahabat dan tabi’in sepeninggal Nabi selama 47 tahun; Aisyah istri Nabi, seperti yang disampaikan oleh Ibnu Qayyim dalam kitabnya al-Jawabul Kafi.

Suatu saat Anas bin Malik bersama seseorang lainnya mendatangi Aisyah. Orang yang bersama Anas itu bertanya kepada Aisyah: Wahai Ummul Mukminin jelaskan kepadaku tentang gempa.

Aisyah menjelaskan,
“Jika mereka telah menghalalkan zina, meminum khamar dan memainkan musik. Allah azza wajalla murka di langit-Nya dan berfirman kepada bumi: guncanglah mereka. Jika mereka taubat dan meninggalkan (dosa), atau jika tidak, Dia akan menghancurkan mereka

Orang itu bertanya kembali: Wahai Ummul Mukminin, apakah itu adzab bagi mereka?
Aisyah menjawab, “Nasehat dan rahmat bagi mukminin. Adzab dan kemurkaan bagi kafirin.”
Anas berkata: Tidak ada perkataan setelah perkataan Rasul yang paling mendatangkan kegembiraan bagiku melainkan perkataan ini.

Sangat gamblang dan jelas penjelasan Ummul Mukminin Aisyah tentang penyebab spiritual gempa. Tiga dosa yang semuanya marak di zaman kita ini. Khusus untuk dosa yang pertama, Aisyah menggunakan kata istabahu yang artinya masyarakat telah menganggap zina itu mubah [perkare biase]. Zina tidak hanya dilakukan, tetapi telah dianggap mubah. Dari ucapan, tindakan, kebijakan sebuah masyarakat bisa dibaca bahwa mereka yang telah meremehkan dosa zina, memang layak dihukum dengan gempa.

Inilah Kesimpulannya.
Dari semua pernyataan hamba-hamba terbaik Allah di muka bumi ini tentang gempa, ternyata penyebab spiritual gempa adalah sebagai berikut:
1. Sedikitnya orang-orang shiddiq [jujur dan amanah ] dan syahid yang tinggal di atas muka bumi
2. Masyarakat telah menghalalkan zina
3. Masyarakat telah mengkonsumsi khamar (narkoba)
4. Masyarakat telah memainkan muzik tanpa memikirkan larangan Allah

Dan Inilah 4 Solusi dari Khalifah Adil.
Umar bin Abdul Aziz yang memerintah tahun 99 H – 101 H dengan prestasi fantastik dalam memakmurkan masyarakatnya hanya dalam 29 itu memberikan solusi terhadap gempa. Hal ini berawal dari gempa yang terjadi di zaman pemerintahannya. Selepas gempa mengguncang, Umar bin Abdul Aziz segera menulis surat instruksi kepada semua jajaran pejabatnya di seluruh negeri kekuasaannya. Dan inilah instruksinya,

“Gempa ini adalah sesuatu yang Allah azza wajalla gunakan untuk menegur hamba-hamba-Nya. Saya telah menulis perintah ke seluruh wilayah agar mereka keluar pada hari yang telah ditentukan pada bulan yang telah ditentukan, siapa yang mempunyai sesuatu maka bershadaqahlah karena Allah berfirman,

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),
dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. (Qs. Al-A’la: 14-15)

Dan katakanlah sebagaimana Adam berkata,
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs. Al-A’raf: 23)

Dan katakanlah sebagaimana Nuh berkata,
“Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs. Hud: 47)

Dan katakanlah sebagaimana Yunus berkata,
“Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (Qs. Al-Anbiya’: 87)

وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

niat puasa senin-kamis

Sisters yang dirahmati Allah, tadzkirah kita hari ini membahas mengenai kehebatan dibalik puasa Senin Kamis. Semoga bermanfaat dan menjadikan penyemangat bagi kita semua untuk bisa mengamalkan salah satu Sunnah Rasulullah SAW.

Dahsyatnya Puasa Senin Kamis.
Siapa sih yang tidak ingin awet muda, bebas penyakit, sekaligus selamat dunia akhirat ?

Kalau kita ingin mendapatkan semua itu, cobalah berpuasa Senin-Kamis secara teratur. Kebanyakan dari kita tentunya pernah mendengar puasa Senin Kamis sebagai puasa sunnah di dalam Islam. Namun, berapa yang benar-benar berusaha merutinkan puasa tersebut? Kalau hari itu kebetulan ada acara pengajian dan makan-makan, bukannya lebih enak makan-makan ketimbang puasa sunnah? Kalau pagi itu kebetulan tidak sempat sahur, bukannya lebih nyaman absen puasa dulu ? Bagaimanapun, puasa Senin Kamis itu hanyalah ‘sunnah’ bukan?

Tak banyak dari kita yang tahu benar hikmah puasa Senin Kamis dari segi spiritual, kesehatan dan keutamaannya di hadapan Allah. Karena itu, dalam rubrik tadzkirah IMSIS kali ini, ada baiknya kita mengupas hikmah puasa Senin Kamis supaya kita lebih semangat menjalaninya. Alasan utama mengapa puasa Senin Kamis disunahkan dalam Islam ialah karena Rasulullah sering berpuasa di kedua hari tersebut.

Tapi, apa keutamaan Senin dan Kamis ?
Sehubungan dengan hal ini ada 2 hadis dari Rasulullah yg berkenaan dengan pemilihan hari Senin dan Kamis.

Yang pertama,
dalam Hadist Riwayat Ahmad disebutkan bahwa Rasulullah mengatakan bahwa semua amal dibentangkan di hari Senin dan Kamis. Karena itu, sebagai orang beriman, sungguhlah baik bila pada saat malaikat melaporkan amalan kita itu kita tengah berpuasa.

Yang kedua,
hari Senin Kamis adalah hari istimewa karena pada hari itulah Rasulullah dilahirkan, menjadi rasul dan mendapat wahyu (HR Muslim).

Jadi terlihat disini bahwa hari Senin dan Kamis adalah hari istimewa dari sisi religius. Dari sisi logika, bisa dilihat bahwa hari Senin dan Kamis membagi satu ‘minggu’ menjadi dua bagian yang hampir sama rata. Jadi kentara sekali bahwa puasa Senin Kamis mempunyai fungsi maintenance atau pemeliharaan. Analoginya mungkin sama dengan pembagian waktu minum obat kala kita sakit. Tentu kita ingat, kala kita sakit, kita sering disuruh minum obat 2x sehari, yaitu 1x di pagi hari dan 1x di malam hari.

Kalau dilihat, waktu2 dimana kita disuruh minum obat 2x tersebut membagi kurang lebih hari itu menjadi 3 bagian yang sama. Hal ini berlaku juga dengan Senin dan Kamis yang membagi satu minggu menjadi dua bagian. Dengan berpuasa di hari Senin dan Kamis, secara tidak langsung kita melakukan maintenance untuk diri kita secara rutin baik dari segi spiritual maupun jasmani. Lalu, apakah keutamaan puasa yang berkelanjutan seperti puasa Senin Kamis ini ?

Keutamaan yang pertama ialah
karena puasa Senin Kamis melatih kita secara teratur untuk menghindarkan diri dari pekerjaan dosa. Kalau ada latihan efektif untuk ‘anger management’ atau latihan kesabaran, maka itulah puasa. Karena itu, cocoklah jika dikatakan bahwa puasa adalah zakat jiwa, dimana pada saat puasa, kita membuang perangai buruk. Sehingga sesudah puasa, emosi dan spiritual kita menjadi lebih bersih.

”Segala sesuatu itu ada zakatnya,sedang zakat jiwa itu adalah berpuasa. Dan puasa itu separo kesabaran”.(HR. Ibnu Majah).

Dengan menghilangnya perangai buruk kita, minimal seminggu dua kali, maka bisa juga dikatakan bahwa ”Puasa adalah benteng yg membentengi seseorang dari api neraka yg membara”.(HR.Ahmad dan Baihaqi).

Keutamaan yang kedua ialah
karena puasa Senin Kamis bisa meningkatkan amalan kita. Biasanya, seseorang yang kekenyangan dan keenakan cenderung malas beribadah. Puasa menjadikan kita lebih produktif dalam beribadah karena selain kita tidak lagi dalam posisi keenakan, orang yang berpuasa juga cenderung ingin beribadah ekstra. Disamping itu, puasa bisa melembutkan hati. Ini karena dengan puasa, kita cenderung lebih berempati dengan orang-orang yang lebih tidak beruntung dibanding kita.

Karena itu, puasa bisa menjadikan kita lebih dekat dengan Allah dan lebih bertakwa. Tidaklah salah kalau dalam Quran disebutkan bahwa puasa diperintahkan pada kita dan orang2 sebelum kita supaya kita menjadi orang yang bertakwa (Al Baqarah 183).

Selain dari keuntungan dari segi emosional spiritual seperti yang dijelaskan diatas, puasa juga memiliki keutamaan dari segi kesehatan. Sudah bukan rahasia lagi bahwa saat ini sudah ada banyak riset yang menyimpulkan bahwa puasa yang teratur itu baik untuk kesehatan. Manfaat kesehatan dari puasa yang paling populer adalah puasa bisa dibilang sebagai cara ampuh untuk membatasi kalori yang masuk ke tubuh kita. Dalam Islam dan bidang kedokteran, dianjurkan untuk tidak makan berlebihan, karena makanan yang berlebih dan tidak sehat bisa menimbulkan penyakit. Lihat saja masyarakat di negara makmur yang mana makanan berlimpah. Selain tingkat obesitas tinggi, masyarakat negara-negara tersebut banyak yang mengidap diabetes dan jantung yang notabene sering dijuluki sebagai penyakit orang kaya.

Dengan puasa Senin Kamis, paling tidak, dalam dua kali seminggu, kita membatasi kalori yang masuk dalam tubuh kita. Manfaat lain dari puasa ditinjau dari segi kesehatan yang juga banyak dipopulerkan adalah fungsi pembersihan dan penyembuhan. Dengan istirahatnya sistem pencernaan kita selama puasa, maka memungkinkan sistem2 lain di tubuh kita untuk bekerja dengan lebih baik, misalnya sistem imunitas. Inilah sebabnya mengapa orang yang sakit atau binatang yang terluka suka menolak makan. Andaikata kita tidak sedang sakit pun, polisi imunitas bekerja keras saat kita puasa. Jika polisi-polisi ini mendeteksi hal-hal yang kira-kira nanti bisa membuat kita sakit atau hal-hal abnormal, seperti tumbuhnya kista atau tumor, maka pada hari kita puasa, mereka bisa memberantasnya.

Sistem detoksifikasi tubuh juga bekerja lebih lancar jika kita tidak menerima asupan lagi. Disini, mungkin kita bisa membayangkan sistem pembersihan tubuh kita seperti pegawai yang kewalahan mengerjakan tugasnya kalau tugas datang bertubi2. Akibatnya, fungsi pembersihan tubuh tidak terkerjakan dengan maksimal dan sangat mungkin luput mengeliminasi beberapa zat-zat yang kurang baik untuk tubuh kita. Dengan berhentinya asupan, maka tugas dari sistem pembersihan tubuh kita menjadi lebih manageable sehingga kinerjanya menjadi lebih maksimal. Sistem peremajaan juga bekerja dengan maksimal saat kita puasa karena Allah mendesain tubuh kita untuk mengeluarkan hormon yang erat kaitannya dengan anti-aging kala kita puasa.

Karena itu tidaklah mengherankan jika pada suatu eksperimen ditemukan bahwa cacing yang berpuasa bisa hidup 19 generasi lebih lama dibanding cacing yang tidak berpuasa. Kalau ada obat anti aging yang ampuh, itulah puasa. Bisa jadi puasa Senin Kamis secara teratur nantinya menjadikan kita awet muda dan bebas penyakit di hari tua. Lalu bagaimana dengan orang yang sering mengeluhkan tidak bisa bekerja karena kelaparan dan lemas pada saat puasa seperti yg terlihat jelas di Indonesia dimana kinerja orang menjadi turun saat puasa? Jika hal ini terjadi, bisa jadi kelaparan itu terjadi karena kita tidak bekerja dengan baik atau kurang konsentrasi. Yang jelas, puasa tidak mempunyai pengaruh buruk terhadap otak dan daya pikir kita. Malahan, sudah ada penelitian yang membuktikan bahwa puasa malah meningkatkan daya pikir kita. Masih banyak lagi manfaat kesehatan dari puasa,misalnya puasa bisa menghindari atau mengurangi diabetes dan penyakit vascular seperti jantung.

Yang jelas, kala Sang Pencipta kita mewajibkan kita puasa minimum setahun sekali selama Ramadhan, Dia tahu bahwa puasa itu baik bagi kita. Bayangkan dahsyatnya puasa kala kita bisa merutinkannya seminggu dua kali seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Walaupun begitu, perlu diingat dan digarisbawahi bahwa semua amal tergantung niat. Jika niat puasa kita hanyalah dari segi kesehatan, maka itulah yang kita dapat. Namun kala niat puasa kita adalah dalam rangka meningkatkan kualitas spiritualitas kita dan mendekatkan diri pada Allah maka tidak hanya kita mendapat fisik yang prima, namun juga ridho Allah dan keselamatan dunia akhirat. Sebagai muslim, ridha Allah terletak di atas segala-galanya. Allah sangat menyukai orang yang berpuasa karena Allah, sehingga Allah menjanjikan gerbang khusus di surga bagi yang gemar berpuasa, yaitu Ar-Rayyan (H.R Muslim).

Maka dari itu, marilah kita galakkan dan rutinkan puasa-puasa sunnah seperti puasa Senin Kamis dalam rangka meraih ridha Allah dan salah satu cara untuk meraih jannahNya. Insya Allah dengan puasa yang rutin, kita tidak hanya mendapat balasan di akhirat nanti, tetapi kita juga mendapat keuntungan di dunia berupa kesehatan yang prima dan daya pikir yang jernih.

Sumber: Fanpage Renungan N Kisah Inspiratif

وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Seperti Apa Rupa Pohon Ghorqod?

Posted by zen | 14.34 Categories:
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


POHON Ghorqod memang dikenal sebagai pohonnya kaum Yahudi. Hal tersebut secara tegas dinyatakan Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya mengenai peperangan hari akhir yang berbunyi :

“Tidak akan terjadi kiamat hingga kaum Muslimin memerangi kaum Yahudi, lalu membunuh mereka, sehingga seorang Yahudi  bersembunyi di balik batu dan pohon, lalu batu dan pohon itu berkata: Hai Muslim! Hai hamba Allah! Ini Yahudi di belakangku, kemarilah, bunuhlah dia! Kecuali pohon Ghorqod, maka itu adalah dari pohon-pohonnya orang Yahudi,” (HR. Muslim VII/188, Bukhari IV/51, Lulu ‘wal-Marjan III/308).

Pohon Ghorqod (Nitraria Retusa) merupakan tanaman sejenis semak berdaun kecil-kecil dan lebat, dengan ranting yang juga banyak. Ketika kecil pohon ini hanya berupa semak yang kecil, mustahil untuk dijadikan tempat bersembunyi. Namun ketika sudah besar, tanaman ini memiliki batang yang cukup kokoh untuk bisa dipanjat dan rerimbunan dedaunannya sangat lebat sehingga bisa dipakai sebagai tempat bersembunyi, walau pohon ini tidak tinggi-tinggi amat.

Zionis-Israel telah melakukan penanaman pohon Ghorqod sejak lama. Bahkan Yahudi seluruh dunia sangat dianjurkan untuk berpartisipasi secara aktif menanami pohon jenis ini di wilayah pendudukan Zionis-Israel di tanah Palestina. Situs Jewish National Fund (jnf.org) dalam bagian JNF Store (Tress for Israel Certificate) di akhir tahun 2007 telah mengumumkan jika di tanah Palestina yang dikuasai Israel telah ditanami tak kurang dari 220 juta batang pohon ghorqod.

Situs tersebut juga mengiklankan bahwa siapa saja bisa untuk membeli phon ghorqod dan menyumbangkannya untuk ditanami di wilayah pendudukan. Satu batang pohon dihargai US $18, dan barang siapa membeli dua batang seharga US $36 akan diberi bonus satu batang. Sistem pembayarannya bisa lewat kartu kredit. Dan pengepakan serta pengirimannya pun bisa dipilih lewat metode apa. [sa/islampos/berbagai sumber]

Sumber: Islampos.com

وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Rasa Memiliki Segalanya

Posted by zen | 09.41 Categories:
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Translate:
Memang wajar jika manusia seperti sudah merasa mempunyai semuanya,
Semua orang lain dihadapannya nampak kecil dan sering diejek, tapi...

Jangan sampai Allah SWT menarik kembali semua nikmatNya dari kita.


وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ



Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ … “Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan? …

Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ …

“Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, …” (HR. Tirmidzi, hadits ini hasan shohih)


Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits Qudsi:

وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)

Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala, maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam anjurkan setelah melakukan puasa wajib (puasa Ramadhan) adalah puasa enam hari di bulan Syawal.

Dianjurkan untuk Puasa Enam Hari di Bulan Syawal

Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sahabat Abu Ayyub Al Anshoriy, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim)

Pada hadits ini terdapat dalil tegas tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih oleh madzhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka. Sedangkan Imam Malik dan Abu Hanifah menyatakan makruh. Namun pendapat mereka ini lemah karena bertentangan dengan hadits yang tegas ini. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56)

Puasa Syawal, Puasa Seperti Setahun Penuh

Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا)

“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang semisal. Puasa ramadhan adalah selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa syawal adalah enam hari berarti akan semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus Sholihin, 3/465). Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat ini bagi umat Islam.

Apakah Puasa Syawal Harus Berurutan dan Dilakukan di Awal Ramadhan Syawal?

Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhol (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.” Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.

Catatan: Apabila seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qodho’ (mengganti) puasa syawal tersebut di bulan Dzulqo’dah. Hal ini tidaklah mengapa. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 3/466)

Tunaikanlah Qodho’ (Tanggungan) Puasa Terlebih Dahulu

Lebih baik bagi seseorang yang masih memiliki qodho’ puasa Ramadhan untuk menunaikannya daripada melakukan puasa Syawal. Karena tentu saja perkara yang wajib haruslah lebih diutamakan daripada perkara yang sunnah. Alasan lainnya adalah karena dalam hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” Jadi apabila puasa Ramadhannya belum sempurna karena masih ada tanggungan puasa, maka tanggungan tersebut harus ditunaikan terlebih dahulu agar mendapatkan pahala semisal puasa setahun penuh.

Apabila seseorang menunaikan puasa Syawal terlebih dahulu dan masih ada tanggungan puasa, maka puasanya dianggap puasa sunnah muthlaq (puasa sunnah biasa) dan tidak mendapatkan ganjaran puasa Syawal karena kita kembali ke perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” (Lihat Syarhul Mumthi’, 3/89, 100)

Catatan: Adapun puasa sunnah selain puasa Syawal, maka boleh seseorang mendahulukannya dari mengqodho’ puasa yang wajib selama masih ada waktu lapang untuk menunaikan puasa sunnah tersebut. Dan puasa sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa menunaikan qodho’ puasa tetap lebih utama daripada melakukan puasa sunnah. Hal inilah yang ditekankan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -semoga Allah merahmati beliau- dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’, 3/89 karena seringnya sebagian orang keliru dalam permasalahan ini.

Kita ambil permisalan dengan shalat dzuhur. Waktu shalat tersebut adalah mulai dari matahari bergeser ke barat hingga panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Kemudian dia shalat di akhir waktu misalnya jam 2 siang karena udzur (halangan). Dalam waktu ini bolehkah dia melakukan shalat sunnah kemudian melakukan shalat wajib? Jawabnya boleh, karena waktu shalatnya masih lapang dan shalat sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Namun hal ini berbeda dengan puasa syawal karena puasa ini disyaratkan berpuasa ramadhan untuk mendapatkan ganjaran seperti berpuasa setahun penuh. Maka perhatikanlah perbedaan dalam masalah ini!

Boleh Berniat di Siang Hari dan Boleh Membatalkan Puasa Ketika Melakukan Puasa Sunnah

Permasalahan pertama ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menemui keluarganya lalu menanyakan: “Apakah kalian memiliki sesuatu (yang bisa dimakan, pen)?” Mereka berkata, “tidak” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalau begitu sekarang, saya puasa.” Dari hadits ini berarti seseorang boleh berniat di siang hari ketika melakukan puasa sunnah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang berpuasa sunnah kemudian beliau membatalkannya sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha dan terdapat dalam kitab An Nasa’i. (Lihat Zadul Ma’ad, 2/79)

Semoga dengan sedikit penjelasan ini dapat mendorong kita melakukan puasa enam hari di bulan Syawal, semoga amalan kita diterima dan bermanfaat pada hari yang tidak bermanfaat harta dan anak kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shohbihi wa sallam.

5 Syawal 1428 H (Bertepatan dengan 17 September 2007)

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
SOURCE

وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


MINAL ‘Aidin Walfaizin. Itulah yang sering diungkapkan oleh orang di Indonesia ketika hari raya Idul Fitri. Ucapan hari raya itu bertebaran di mana-mana. Tidak hanya ketika bertatap muka, tapi merambah ke pesan singkat dan sosial media. Tidak sedikit orang di Indonesia menuliskan Minal ‘Aidin Walfaizin dalam status Facebook atau Twitter-nya. Apa sih sebenarnya arti Minal Aidin Walfaizin? Apakah ucapan itu syar’i sesuai tuntunan Nabi SAW?

Entah darimana asal ungkapan ini, namun yang jelas ini sudah disebut-sebut dalam syair lagu Ismail Marzuki (w. 1958)

Minal Aidin Wal Faizin
Maafkan lahir dan batin
Selamat para pemimpin
Rakyatnya makmur terjamin

Sekarang coba kita perhatikan. Minal ‘aidin wal faizin bila ditulis dengan tulisan arab menjadi,

من العائدين والفائزين

“Termasuk orang yang kembali (merayakan hari raya Ied) dan orang-orang yang menang.”.

Mungkin yang diinginkan adalah sebuah doa bagi yang mendapat ucapan selamat,
“Semoga Anda termasuk orang yang kembali (merayakan hari raya i’ed) dan orang-orang yang menang.” Jadi, jangan salah mengartikan dengan “Mohon maaf lahir dan batin” lagi

Nah sekarang dari sisi syar’i-nya, apakah ucapan ini diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Kalau tidak, bagaimanakah cara mengucapkan selamat Idul Fitri yang benar?

Pada zaman khilafiah rosyidin, ucapan Minal ‘Aidin wal Faizin, digunakan sebagai ungkapan bangga atas kemenangan perang yang sebenarnya, semisal perang badar.

“Semoga Termasuk dari Orang-orang yang Kembali (dari perang) dan sebagai Orang yang Menang ( dalam setiap Perjuangan Islam).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah salah seorang ulama besar Islam ditanya tentang ucapan selamat pada hari raya maka beliau menjawab: “Ucapan pada hari raya, di mana sebagian orang mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah shalat Ied : Taqabbalallahu minnaa wa minkum (تقبل الله منا ومنكم). (yang artinya) : Semoga Allah menerima (ibadah) dari kami dan dari kalian” [Majmu Al-Fatawa 24/253]

Al Hafizh Ibnu Hajar, salah seorang ulama mazhab Asy Syafi’i juga pernah menyampaikan bahwa para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minkum (تقبل الله منا ومنكم) (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)”. Dan didapati pula bahwa mereka membalasnya dengan ucapan yang serupa.

Dari Riwayat tersebut dan seperti keterangan keterangan yang dipaparkan, yang benar adalah dari “Taqabbalallahu… sampai … shiyamakum”. Tidak satupun menyatakan ada istilah Minal ‘Aizin wal Faizin. Atau Tanpa Minal ‘Aidin wal Faizin.

Jadi mengucapkan Minal ‘Aidin Wal Faizin, jika kita mengucapkannya dengan niat ingin mencontoh kebiasaan Rosulullah/Ittiba’qaulyah, jatuhnya bisa menjadi bid’ah, tapi kalau niatnya hanya untuk “Ingin mendoakan sesama Saudara seiman”, Insya Allah, tidak salah dan bahkan hal yang baik.

Adapun jika ingin menambahkan bisa saja ditambahkan diakhir kalimat, agar secara harfiyah aja serasi menjadi : ”Taqabbalallahu minna wa minkum, Shiyamana wa Shiyamakum. Ja’alanallaahu Minal ‘Aidin wal Faizin”

Artinya, “Semoga Allah menerima amal-amal kami dan kamu, Puasa kami dan kamu. Dan semoga Allah menjadikan kami dan kamu termasuk dari orang-orang yang kembali (dari perjuangan Ramadhan) sebagai orang yang menang.”

Inilah yang dicontohkan oleh generasi Islam yang tentunya lebih untuk kita ikuti.

Wallahu a’lam bis shawab. [ds/islampos/berbagai sumber]

وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Setan-setan dan Jin Durhaka Dikerangkeng; Pintu Surga Dibuka, dan Pintu Neraka Ditutup

Saking mulia dan sucinya bulan Romadhon, Allah mengikat para setan, dan jin yang durhaka; pintu-pintu surga dibuka, dan neraka ditutup.

Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِيْ مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ

“Jika malam pertama Romadhon datang, maka setan-setan, dan jin-jin durhaka dibelenggu; pintu-pintu neraka ditutup. Maka tak ada satu pintu(nya) pun yang terbuka; pintu-pintu surga dibuka. Maka tak ada suatu pintu pun yang ditutup; Seorang pemanggil memanggil,”Wahai pencari kebaikan, menghadaplah; wahai pencari kejelekan, berhentilah”. Allah memiliki hamba-hamba yang dimerdekakan dari neraka. Demikian itu pada setiap malam”. [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (682), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (1642). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (1960) ]


Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr Al-Andalusiy-rahimahullah- berkata dalam At-Tamhid (7/310), “Makna hadits ini menurut saya –Cuma Allah yang lebih tahu-: Allah melindungi di dalamnya kaum muslimin, atau dominannya dari maksiat-maksiat. Jadi, setan tidak akan bebas datang kepada mereka sebagaimana mereka bebas datang di sepanjang tahun”.

Ingat !! Namun kalian jangan menyangka bahwa setan ketika itu tak akan menggoda dirimu. Ketahuilah, ia akan tetap menggodamu, walaupun tidak segencar di bulan lain. Isilah hari-harimu dengan ketaatan, jangan mendekati jalan-jalan kemaksiatan sehingga engkau akan selamat darinya. Didiklah dirimu di bulan ini menjadi hamba yang taat, bukan hamba yang durhaka. Jika tidak, maka engkau akan menjadi bahan bakar Jahannam. Na’udzu billah minannar.

Sumber : Ramadhan Yang Kurindukan, Buletin Jum’at Al-Atsariyyah

http://www.darussalaf.or.id/myprint.php?id=877


Dibelenggunya Syaithan, Ditutupnya Pintu-Pintu Neraka dan Dibukanya Pintu-Pintu Surga

Pada bulan ini kejelekan menjadi sedikit, karena dibelenggu dan diikatnya jin-jin jahat dengan salasil (rantai), belenggu dan ashfad. Mereka tidak bisa bebas merusak manusia sebagaimana bebasnya di bulan yang lain, karena kaum muslimin sibuk dengan puasa hingga hancurlah syahwat, dan juga karena bacaan Al-Qur’an serta seluruh ibadah yang mengatur dan membersihkan jiwa.

Allah berfirman (yang artinya) : “Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” [Al-Baqarah : 183]

Maka dari itu ditutupnya pintu-pintu jahannam dan dibukanya pintu-pintu surga, (disebabkan) karena (pada bulan itu) amal-amal shaleh banyak dilakukan dan ucapan-ucapan yang baik berlimpah ruah (yakni ucapan-ucapan yang mengandung kebaikan banyak dilafadzkan oleh kaum mukminin-ed).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) :

“Jika datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga [dalam riwayat Muslim : ‘Dibukalah pintu-pintu rahmat”] dan ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu syetan” [Hadits Riwayat Bukhari 4/97 dan Muslim 1079]

Semuanya itu sempurna di awal bulan Ramadhan yang diberkahi, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya) : “Jika datang awal malam bulan Ramadhan, diikatlah para syetan dan jin-jin yang jahat, ditutup pintu-pintu neraka, tidak ada satu pintu-pintu yang dibuka, dan dibukalah pintu-pintu surga, tidak ada satu pintu-pun yang tertutup, berseru seorang penyeru ; “Wahai orang yang ingin kebaikan lakukanlah, wahai orang yang ingin kejelekan kurangilah. Dan bagi Allah mempunyai orang-orang yang dibebaskan dari neraka, itu terjadi pada setiap malam” [Diriwayatkan oleh Tirmidzi 682 dan Ibnu Khuzaimah 3/188 dari jalan Abi Bakar bin Ayyasy dari Al-A’masy dari Abu Hurairah. Dan sanad hadits ini Hasan]

Sumber : Keutamaan Bulan Suci Ramadhan, Penulis Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilaly,

http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=300%5B1

Introspeksi Diri di bulan Ramadhan



Penulis : Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari

Shahabat yang mulia Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ

“Apabila datang Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.”

Hadits di atas dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya kitab Ash-Shaum, bab Hal Yuqalu Ramadhan au Syahru Ramadhan no. 1898, 1899. Dikeluarkan pula dalam kitab Bad‘ul Khalqi, bab Shifatu Iblis wa Junuduhu no. 3277. Adapun Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Shahih-nya membawakannya dalam kitab Ash-Shaum, dan diberikan judul babnya oleh Al-Imam An-Nawawi, Fadhlu Syahri Ramadhan no. 2492.

Pintu Kebaikan Terbuka, Pintu Kejelekan Tertutup
Kedatangan Ramadhan akan disambut dengan penuh kegembiraan oleh insan beriman yang selalu merindukan kehadirannya dan menghitung-hitung hari kedatangannya. Banyak keutamaan yang dijanjikan untuk diraih dan didapatkan di bulan mulia ini, di antaranya seperti tersebut dalam hadits yang menjadi pembahasan kita dalam rubrik ‘Hadits’ kali ini. Dan keutamaan yang tersebut dalam hadits di atas didapatkan sejak awal malam Ramadhan yang mubarak sebagaimana tersebut dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِرَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ. وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَ ذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ

“Apabila datang awal malam dari bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin yang sangat jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup tidak ada satu pintupun yang terbuka, sedangkan pintu-pintu surga dibuka tidak ada satu pintupun yang ditutup. Dan seorang penyeru menyerukan: ‘Wahai orang yang menginginkan kebaikan kemarilah. Wahai orang-orang yang menginginkan kejelekan tahanlah.’ Dan Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka, yang demikian itu terjadi pada setiap malam.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya no. 682 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya no. 1682, dihasankan Asy-Syaikh Albani rahimahullahu dalam Al-Misykat no. 1960)

Pada bulan yang penuh barakah ini, kejahatan di muka bumi lebih sedikit, karena jin-jin yang jahat dibelenggu dan diikat, sehingga mereka tidak bebas untuk menyebarkan kerusakan di tengah manusia sebagaimana hal ini dapat mereka lakukan di luar bulan Ramadhan. Di hari-hari itu kaum muslimin tersibukkan dengan ibadah puasa yang dengannya akan mematahkan syahwat. Juga mereka tersibukkan dengan membaca Al-Qur`an dan ibadah-ibadah lainnya. (Al-Mirqah, Asy-Syaikh Mulla ‘Ali Al-Qari pada ta’liq Al-Misykat 1/783, hadits no. 1961)

Ibadah-ibadah ini akan melatih jiwa, membersihkan dan mensucikannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)

Karena amal shalih banyak dilakukan, demikian pula ucapan-ucapan yang baik berlimpah ruah, ditutuplah pintu-pintu jahannam dan dibuka pintu-pintu surga. (Shifatu Shaumin Nabiyyi Shallallahu `alaihi wasallam fi Ramadhan, hal. 18-19)

Makna ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ adalah setan itu dibelenggu. Dan yang dimaksudkan dengan setan di sini adalah مَرَدَةُ الْجِنِّ sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Kata مَرَدَةٌ adalah bentuk jamak (lebih dari dua) dari kata الْمَارِدُ yaitu الْعَاتِي الشَّدِيْدُ , maknanya yang sangat angkuh, durhaka, bertindak sewenang-wenang lagi melampaui batas (lihat An-Nihayah fi Gharibil Hadits). Sehingga yang dibelenggu hanyalah setan dari kalangan jin yang sangat jahat, adapun setan dari kalangan manusia tetap berkeliaran.

Kita perlu nyatakan hal ini, kata Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi‘i rahimahullahu, agar jangan sampai engkau mengatakan: “Kami mendapatkan beberapa perselisihan dan fitnah di bulan Ramadhan (lalu bagaimana dikatakan setan-setan itu dibelenggu sementara kejahatan tetap ada? -pent.).” Kita jawab bahwa yang dibelenggu adalah setan dari kalangan jin yang sangat jahat. Sedangkan setan-setan yang kecil dan setan-setan dari kalangan manusia tetap berkeliaran tidak dibelenggu. Demikian pula jiwa yang memerintahkan kepada kejelekan, teman-teman duduk yang jelek dan tabiat yang memang senang dengan fitnah dan pertikaian. Semua ini tetap ada di tengah manusia, tidak terbelenggu kecuali jin-jin yang sangat jahat. (Ijabatus Sa`il ‘ala Ahammil Masa`il, hal. 163)

Al-Imam Ibnu Khuzaimah rahimahullahu berkata dalam Shahih-nya (3/188): “Bab penyebutan keterangan bahwa hanyalah yang diinginkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ hanyalah jin-jin yang jahat, bukan semua setan. Karena nama setan terkadang diberikan kepada sebagian mereka (tidak dimaukan seluruhnya).”

Di bulan yang mubarak ini ada malaikat yang menyeru kepada kebaikan dan menyeru untuk mengurangi kejelekan sebagaimana dalam lafadz hadits:

وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ

“Wahai orang yang menginginkan kebaikan kemarilah. Wahai orang-orang yang menginginkan kejelekan tahanlah.”

Hadits-hadits tentang Keutamaan Ramadhan
Selain hadits di atas, banyak lagi hadits lain yang berbicara tentang keutamaan Ramadhan. Di antaranya akan kita sebutkan berikut ini:

1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dalam keadaan iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari no. 1901 dan Muslim no. 1778)

2. Dari ‘Imran bin Murrah Al-Juhani radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Seseorang datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata:

يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ شَهِدْتُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله، وَأَنَّكَ رَسُوْلَ اللهِ، وَصَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ، وَأَدَّيْتُ الزَّكاةَ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، فَمِمَّنْ أَنَا؟ قَالَ: مِنَ الصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ

“Wahai Rasulullah, apa pendapat anda bila aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah saja dan aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah, aku mengerjakan shalat lima waktu, menunaikan zakat dan puasa di bulan Ramadhan, maka termasuk dalam golongan manakah aku?” Rasulullah menjawab: “Engkau termasuk golongan shiddiqin dan syuhada.” (HR. Al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahih keduanya, dan lafadz yang disebutkan adalah lafadz Ibnu Hibban. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 989)

3. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ، فَرَضَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِيْنِ، لِلَّهِ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Telah datang pada kalian Ramadhan bulan yang diberkahi. Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan atas kalian untuk puasa di bulan ini. Pada bulan Ramadhan dibuka pintu-pintu langit dan ditutup pintu-pintu neraka serta dibelenggu setan-setan yang sangat jahat. Pada bulan ini Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang diharamkan untuk mendapatkan kebaikan malam itu maka sungguh ia telah diharamkan.” (HR. Ahmad, 2/385, An-Nasa`i no. 2106, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i. Lihat Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 985, Al-Misykat no. 1962)

4. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الصَّلَوَاةُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةَ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ، إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

“Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at berikutnya dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya, apabila dijauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 549)

Cukuplah kiranya keutamaan bagi Ramadhan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya di antara bulan-bulan yang ada untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kitab-Nya yang mulia di bulan berkah tersebut, di malam yang penuh kemuliaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتِ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dengan yang batil.” (Al-Baqarah: 185)

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur`an itu pada malam Qadar (malam kemuliaan).” (Al-Qadar: 1)

Puasa Semestinya Membuahkan Takwa
Hikmah disyariatkannya puasa dinyatakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullahu berkata: “Perkara takwa yang dikandung puasa di antaranya:

● Orang yang puasa meninggalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan kepadanya berupa makan, minum, jima’ dan semisalnya, sementara jiwa itu condong kepada perkara yang harus ditinggalkan tersebut. Semua itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengharapkan pahala-Nya. Ini termasuk takwa.

● Orang yang puasa melatih jiwanya untuk merasakan pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala (muraqabatullah), maka ia meninggalkan apa yang diinginkan jiwanya padahal ia mampu melakukannya, karena ia mengetahui pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadapnya.

● Puasa itu menyempitkan jalan setan, karena setan itu berjalan pada anak Adam seperti peredaran/aliran darah. Dan puasa akan melemahkan jalannya sehingga mengecilkan perbuatan maksiat.

●Orang yang puasa umumnya memperbanyak amalan ketaatan sementara amalan ketaatan termasuk perangai takwa.

●Orang yang kaya jika merasakan tidak enaknya lapar maka mestinya ia akan memberikan kelapangan/memberi derma kepada orang-orang fakir yang tidak berpunya. Ini pun termasuk perangai takwa. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 86)

Dengan demikian sungguh tidaklah berlebihan bila kita katakan bahwa seharusnya momentum Ramadhan dijadikan langkah awal untuk memperbaiki iman dan takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, untuk kemudian iman dan takwa itu terus dipupuk dan dirawat di bulan-bulan selanjutnya. Dan jangan dibiarkan terpisah dari jiwa dan raga hingga datang jemputan dari utusan Ar-Rahman (malaikat maut). Khususnya kita –penduduk negeri ini– seharusnya berkaca diri berkaitan dengan segala petaka yang menimpa negeri kita, demikian pula musibah yang datang terus menerus, lagi susul menyusul. Tidaklah semua ini menimpa kita kecuali karena dosa-dosa kita dan jauhnya kita dari iman serta takwa kepada Al-Khaliq.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan/ulah manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (Ar-Rum: 41)

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيْرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kalian maka hal itu disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahan kalian.” (Asy-Syura: 30)

Musibah yang menimpa negeri ini berupa gempa, tsunami, meletusnya gunung berapi, tanah longsor, semburan lumpur panas, dan sebagainya bukanlah karena kesialan penguasa/pemerintah sebagaimana tuduhan orang-orang dungu atau pura-pura dungu. Namun justru karena dosa-dosa yang ada di negeri ini. Terlepas apakah bencana ini karena rekayasa asing yang ingin menjatuhkan dan menghancurkan negeri ini sebagaimana analisa sebagian orang, atau murni musibah tanpa rekayasa, toh semuanya ditimpakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai teguran bagi kita agar kembali kepada-Nya. Bangkit dari lumpur hitam dosa dan maksiat, untuk kemudian bertaubat dan mohon ampun kepada-Nya.

Yang sangat disesalkan, di antara penduduk negeri ini banyak yang tidak sadar dari maksiat mereka dengan musibah yang menimpa. Mereka malah melakukan praktik-praktik kesyirikan, membuat sesajen penolak bala yang dipersembahkan kepada roh-roh penguasa laut, penguasa gunung, penguasa darat, dan sebagainya. Na’udzubillah min dzalik!!!

Sehubungan dengan momentum Ramadhan sebagai bulan untuk menambah iman dan takwa, serta terkait dengan banyaknya musibah yang menimpa negeri ini, bagus sekali untuk kita nukilkan nasihat dari Samahatusy Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu berkenaan dengan musibah yang menimpa anak Adam, khususnya gempa bumi1. Mudah-mudahan nasehat ini bisa menjadi renungan bagi anak negeri ini.

Beliau rahimahullahu berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Memiliki hikmah Maha Mengetahui terhadap apa yang Dia putuskan dan tetapkan, sebagaimana Dia Maha Memiliki Hikmah lagi Maha Mengetahui dalam apa yang Dia syariatkan dan perintahkan. Dia menciptakan apa yang diinginkan-Nya berupa tanda-tanda kekuasaan-Nya. Dia tetapkan hal itu untuk menakut-nakuti hamba-Nya dan mengingatkan mereka tentang hak-Nya dan memperingatkan mereka dari kesyirikan, penyelisihan terhadap perintah-Nya dan melakukan larangan-Nya.”

Selanjutnya beliau menyatakan: “Tidaklah diragukan bahwa gempa yang terjadi pada hari-hari ini di banyak tempat/negeri merupakan sejumlah tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang dengannya Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak menakut-nakuti hamba-hamba-Nya. Seluruh musibah gempa yang terjadi dan perkara lainnya yang membuat kemudharatan para hamba dan menyebabkan gangguan bagi mereka, adalah disebabkan kesyirikan dan maksiat.”

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

“Tidaklah satu kebaikan menimpamu melainkan itu dari Allah dan tidaklah satu kejelekan menimpamu melainkan karena ulah dirimu sendiri.” (An-Nisa`: 79)

Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu berkata: “Yang wajib dilakukan oleh seluruh muslimin adalah bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, istiqamah di atas agamanya dan berhati-hati dari seluruh perkara yang dilarang berupa syirik dan maksiat. Sehingga mereka memperoleh pengampunan, kelapangan, keselamatan di dunia dan di akhirat dari seluruh kejelekan, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menolak dari mereka seluruh musibah, lalu menganugerahkan kepada mereka setiap kebaikan. Sebagaimana Ia berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُوْنَ

“Seandainya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa niscaya Kami bukakan bagi mereka berkah dari langit dan bumi, akan tetapi mereka malah mendustakan maka Kami pun menyiksa mereka disebabkan apa yang dulunya mereka upayakan.” (Al-A’raf: 96)

Kemudian Syaikh menukilkan ucapan Al-’Allamah Ibnul Qayyim rahimahullahu: “Di sebagian waktu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengizinkan bumi untuk bernapas panjang. Ketika itu terjadilah gempa/goncangan yang besar, sehingga menimbulkan ketakutan pada hamba-hamba-Nya, lalu mereka kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mencabut diri dari maksiat, tunduk patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menyesali diri, sebagaimana ucapan sebagian salaf ketika terjadi gempa bumi: ‘Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian.’ Ketika terjadi gempa di kota Madinah, ‘Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu berkhutbah dan memberi nasehat kepada penduduk Madinah dan beliau berkata: ‘Kalau gempa ini terjadi lagi, aku tidak akan tinggal bersama kalian di Madinah ini.’

Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu menasehatkan: “Ketika terjadi gempa bumi dan tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala lainnya, gerhana, angin kencang dan banjir, yang wajib dilakukan adalah bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tunduk menghinakan diri kepada-Nya dan memohon maaf/kelapangan-Nya serta memperbanyak mengingat-Nya dan istighfar pada-Nya. Sebagaimana ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika terjadi gerhana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhari dan Al-Imam Muslim: “Apabila kalian melihat gerhana maka berlindunglah kalian dengan zikir/mengingat Allah, berdoa kepada-Nya dan istighfar.”

Disenangi pula untuk memberikan kasih sayang kepada fakir miskin dan bersedekah kepada mereka dengan dalil sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمنُ، اِرْحَمُوْا مَنْ فِي اْلأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Orang-orang yang menyayangi (memiliki sifat rahmah) akan dirahmati oleh Ar-Rahman. Sayangilah orang yang ada di bumi niscaya Yang di langit akan merahmati kalian.”2

مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ

“Siapa yang tidak menyayangi maka ia tidak akan disayangi/dirahmati.”3

Diriwayatkan dari ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu bahwa beliau mengirim surat kepada gubernur-gubernurnya ketika terjadi gempa agar mereka bersedekah.

Termasuk sebab kelapangan dan keselamatan dari semua kejelekan adalah agar pemerintah bersegera mengambil tangan rakyatnya dan mengharuskan mereka untuk berpegang dengan kebenaran dan menjalankan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala pada mereka serta amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكَاةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ

“Kaum mukminin dan mukminat sebagian mereka adalah wali/kekasih bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat dan mentaati Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah yang akan dirahmati Allah.” (At-Taubah: 71)

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ. وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى معْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ. وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ. وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ

“Siapa yang melepaskan seorang mukmin dari satu bencana/kesulitan dunia niscaya Allah akan melepaskannya dari satu bencana di hari kiamat. Siapa yang memberi kemudahan bagi orang yang sedang kesulitan niscaya Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutup kejelekan/cacat seorang muslim, Allah pun akan menutup cacatnya di dunia dan di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.”4

Demikian nasehat dari Asy-Syaikh Ibnu Baz –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati beliau dengan rahmat-Nya yang luas dan melapangkan beliau di kuburnya, amin–. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati penduduk negeri ini dan menghilangkan musibah dari mereka serta memberi taufik kepada mereka agar bertaubat dan kembali kepada agama-Nya yang benar. Semoga penduduk negeri ini mengambil pelajaran yang berharga di bulan mubarak ini, bulan Ramadhan nan penuh keberkahan, menambah iman dan takwa mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga mereka menjadi , orang-orang yang dibebaskan dari api neraka. Allahumma amin.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

________

FooteNote

1 Dinukil secara ringkas dari kitab Majmu’ Fatawa Ibni Baz, 9/148-152.
2 HR. At-Tirmidzi no. 1924, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, no. 922
3 HR. Al-Bukhari no. 7376
4 HR. Muslim no. 6793

وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Letak Tangan Saat Menangis

Posted by zen | 11.50 Categories:
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ



وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube