Share Me!

>
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Beberapa saat setelah wafatnya Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam, seorang arab Badui tiba di Mekkah dan menemui Umar radhiallahu ‘anhu kemudian sang Badui meminta:
“Ceritakanlah padaku tentang akhlaq Muhammad!”

Umar radhiallahu ‘anhu menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal radhiallahu ‘anhu. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yang sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu.

Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam, dan ini membuat orang Badui ini mulai hairan. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam.

Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali radhiallahu ‘anhu. Ali dengan linangan air mata berkata: “Ceritakan padaku keindahan dunia ini!”.

Badui ini menjawab, “Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini”

Ali menjawab: “Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (Al-Qalam [68]: 4)”

Badui ini lalu menemui Siti A’isyah radhiallahu’anha, isteri Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam, yang sering disapa “Khumairah” oleh Nabi, hanya menjawab, khuluquhu al-Qur’an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur’an). Seakan-akan A’isyah ingin mengatakan bahwa Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam itu bagaikan Al-Qur’an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Qur’an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyemak Surah Al-Mu’minun [23]: 1-11.

Ketika ditanya, bagaimana perilaku Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam, Aisyah hanya menjawab, “Ah semua perilakunya indah”. Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri.

“Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata:
‘Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu’”.

Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episod tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah. Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam jugalah yang membikin khawatir hati A’isyah ketika menjelang subuh A’isyah tidak mendapati suaminya disampingnya. A’isyah keluar membuka pintu rumah. Terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. A’isyah berkata,

“Mengapa engkau tidur di sini?”

Nabi Muhammmad salallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
“Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. Itulah sebabnya aku tidur di depan pintu.”

Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan:

“Berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya”. Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka".

وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube