بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Lajang 28 tahun itu adalah juara di ajang Musabaqoh Hifdzil Quran (MHQ, kompetisi bagi para penghafal Al Quran) yang diselenggarakan Dinas Perawatan Personel Angkatan Laut (Diswatpersal) Juli lalu. Makarim menjadi pemenang untuk kategori hafalan 30 juz.
Prestasi tersebut menambah deretan penghargaan yang diterima Makarim. Pada Maret lalu dia juga mewakili Indonesia untuk mengikuti kompetisi MHQ internasional di Arab Saudi. "Di Arab Saudi, saya hanya dapat penghargaan peringkat delapan", ujarnya.
Ketika di Arab Saudi itu Makarim mewakili Indonesia bersama tiga prajurit lain. Meski kompetisi tersebut terbatas untuk para tentara, tetap saja bagi Makarim sangat membanggakan. "Saingannya prajurit muslim negara lain", kenangnya.
Bagi Makarim, menjadi seorang hafidz dan tentara adalah sesuatu yang kadang kurang bisa dikompromikan. Maklum, sejak memutuskan bergabung menjadi prajurit penjaga laut pada 2009, kemampuan menghafalnya sering berkurang. Padatnya aktivitas di awal karir harus membuatnya rela kehilangan hafalan beberapa surat Al Quran.
Dia mengatakan, sejak masuk militer, tanggungannya semakin berat. Sebab, dia berkewajiban menjalankan tugas sebagai prajurit juga. Karena itu, untuk mau menambah hafalan, dia harus memikirkannya baik-baik. "Di militer memang lebih lupa. Menjaga saja berat, mau nambah jadi pikir-pikir", imbuhnya.
Dia menggambarkan, awal masuk militer sebenarnya dia sudah menghafal 20 juz. Namun, saat itu yang bisa dikatakan benar-benar lancar hanya 10 juz. Nah, sibuk latihan dan hidup yang serba teratur membuat hafalannya naik turun. Beberapa ayat yang dulu samar-samar hafal malah hilang sepenuhnya.
Meski demikian, semua itu dia jadikan tantangan. Tekadnya, jangan sampai hafalan itu semakin hilang. Meski kesibukan kadang membuat istiqamahnya naik turun, dia tetap ingin bisa menghafal Al Quran. Mau tidak mau, setiap hari dia harus menyempatkan untuk membaca kitab suci itu.
Setiap ada waktu luang, dia mencoba membaca Al Quran. Malam adalah waktu yang kerap dia pilih untuk membaca. Sedikitnya, dalam sehari pria asli Purworejo, Jawa Tengah, itu harus bisa membaca lagi hafalannya satu juz. Namun, sebenarnya itu tidak cukup karena idealnya satu hari adalah lima juz.
"Karena situasinya begini, bisa satu juz sudah alhamdulillah", katanya.
Kegigihannya untuk bisa membagi waktu tersebut berbuah manis. Hafalan yang kedodoran di awal masuk militer, akhirnya terus-menerus bisa diperbaiki. Akhirnya, Makarim berhasil memenangi juara MHQ untuk kategori 30 juz. "Meski sulit, beban moral untuk menjaga hafalan itu ada. Termasuk beban menambah", terangnya.
Menjadi hafidz juga berdampak pada kehidupan sehari-hari. Secara otomatis dia harus menjaga sikapnya. Jangan sampai predikatnya sebagai penghafal Alquran rusak karena perilakunya yang kurang terpuji. Yang paling sulit adalah menjaga agar salatnya tetap lima kali dan tepat waktu.
Tidak peduli padatnya aktivitas ataupun kegiatan latihan, Makarim berupaya bisa salat tepat waktu. Beruntung, sejauh ini kegiatan militer tidak pernah membuatnya meninggalkan salat fardu. Soal ketepatan waktu, salat Makarim juga tidak perlu diragukan. "Selama ini masih bisa tepat waktu", tuturnya.
Makarim menceritakan, kemampuannya menghafal Al Quran muncul sejak kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Alquran An Nur Jogjakarta. Tepatnya, saat semester IV mulai berjalan dan diawali dengan menghafal surat Al Baqarah. ’’Lulus kuliah sebenarnya sudah hafal 20 juz. Tetapi, yang benar-benar lancar sekitar 10 juz", jelasnya.
وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
©SOURCE
0 komentar:
Posting Komentar