بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
”Manusia pertama yang diadili pada hari kiamat nanti adalah orang yang mati syahid. Orang yang mati syahid didatangkan di hadapan Allah. Kemudian ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakuinya".
Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan di dunia?”
Dia menjawab: “Aku berperang demi membela agamamu.”
Allah berkata, “Kamu bohong. Kamu berperang supaya orang-orang menyebutmu Sang Pemberani.”
Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-Nya. Akhirnya ia dilempar ke neraka.
Seorang penuntut ilmu yang mengamalkan ilmunya dan rajin membaca Al-Qur’an didatangkan dihadapan Allah. Lalu ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya dan ia mengakuinya. Allah bertanya: “Apa yang telah kamu lakukan di dunia?”
Dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengamalkannnya, dan aku membaca al-Qur’an demi mencari ridhamu”.
Allah berkata: “Kamu bohong. Kamu mencari ilmu supaya orang lain menyebutmu orang alim dan kamu membaca al-Qur’an supaya orang lain menyebutmu orang yang rajin membaca al-Qur’an”.
Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-Nya. Akhirnya ia dilempar ke neraka.
Selanjutnya, seorang yang memiliki kekayaan berlimpah dan terkenal karena kedermawanannya, didatangkan dihadapan Allah. Kemudian ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakuinya. Allah bertanya: “Apa yang telah kamu lakukan di dunia?”
Dia menjawab, “Semua harta kekayaan yang aku punya tidak aku sukai, kecuali aku sedekah karena-Mu.”
Allah berkata, “Kamu bohong. Kamu melakukan itu semua agar orang-orang menyebutmu orang dermawan dan murah hati.”
Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-NYa. Akhirnya ia dilempar ke neraka.
Abu Hurairah berkata, “Kemudian Rasulullah menepuk pahaku seraya berkata, “Wahai Abu Hurairah, mereka adalah manusia pertama yang merasakan panasnya api neraka Jahanam di Hari Kiamat nanti”. (HR. Muslim)
Dalam ringkasan Ihya Ulumuddin, Imam al Ghazali menegaskan:
Riya itu haram dan pelakunya dibenci oleh Allah Swt. Hal itu ditunjukkan dalam QS. Al-Ma’un: 4- 6: “Maka, celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya.”
Dalam hadits yang lain, Rasulullah bersabda:
“Berlindunglah kamu dengan Allah dari jubbul huzun (lembah duka).
Sahabat bertanya, “Apa itu ya Rasulullah?"
Nabi Saw menjawab, “Sebuah lembah di neraka Jahanam yang disediakan bagi para pembaca Al-Qur’an yang berbuat riya”.
Ternyata kata ikhlas, bukan karena bibir ini berucap ikhlas. Atau bahkan tidak berucapkan ikhlas. Boleh jadi tanpa kita sadari, keikhlasan kita bercampur dengan riya' dan ingin menunjukkan bahwa kita adalah seorang yang pemberani, yang berilmu, dan dermawan. Orang bijak berkata; “Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya, seperti dia menyembunyikan kejelekannya. Keikhlasan niat dalam amalmu lebih bermakna daripada amal itu sendiri”.
Ma’ruf al-Karkhi sampai memukul dirinya sendiri sambil berkata; “Wahai jiwa, ikhlaslah! Maka kamu akan bahagia.”
Yahya bin Mu’adz berkata; “Ikhlas adalah memisahkan amal dari cacat seperti terpisahnya susu dari kotoran dan darah.”
Yusuf bin Husain berkata; “Sesuatu yang paling mulia di dunia ini adalah ikhlas. Berapa besar kesungguhanku untuk mengeluarkan pamer dari dalam hati namun sepertinya ia menetap di hati dalam bentuknya yang lain.”
Seorang ulama mengatakan: “Jika Allah tidak suka kepada seseorang, maka Allah memberinya tiga hal da menghalanginya dari tiga hal. Pertama, Allah memberi dia teman yang saleh, namun dirinya tidak menjadi orang saleh. Kedua, Allah memberi dia amal saleh, namun dia tidak ikhlas menjalankannya. Ketiga, Allah memberi dia hikmah, namun dia tidak mempercayainya.”
Memang seharusnya seorang muslim takut dan khawatir terhadap riya' atau niatan selain Allah. Namun tidak boleh berlebihan sehingga menyebabkannya meninggalkan amal shalih dan ketaatan. Karena meninggalkan amal karena takut riya' termasuk tipu daya syetan. Karena setan, pada satu kondisi berusaha menjerumuskan seorang hamba ke dalam riya untuk merusak amalnya. Padahal kita diperintahkan untuk beramal dan bersungguh-sungguh menjalankan ketaatan dengan berharap ridha Allah dan meninggalkan godaan setan dan tipu dayanya.
Maka siapa yang sudah berazam menjalankan satu ibadah lalu meninggalkannya karena takut riya’, sebenarnya dia telah berbuat riya’. Karena dia meninggakan amal karena manusia. Tetapi jika meninggalkannya untuk dikerjakan saat sendirian, maka ini dianjurkan kecuali pada amal-amal wajib.
Al-Fudhail bin 'Iyadh berkata: Meninggalkan amal karena manusia adalah riya', sedangkan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas adalah apabila Allah menyelamatkanmu dari keduanya." (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dan Ibnu Asakir, sebagaimana dalam kitab Al-Atsâr Al-Waridah ‘Anil Aimmah fi Abwabil I’tiqâd: 1/159, dan Syu'ab al-Iman, no. 6879)
Ibrahim al-Nakha'i berkata: Apabila syetan datang kepadamu saat kamu shalat, dan syetan berkata: sesungguhnya kamu telah berbuat riya', maka lamakanlah shalatmu."
Adapun yang disebutkan dari kisah sebagian ulama salaf yang ia meninggalkan ibadah karena takut riya', sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibrahim al-Nakha'i bahwa ada seseorang yang datang menemuinya di saat beliau sedang membaca mushaf, lalu beliau menutup mushaf tersebut dan tidak melanjutkannya. Beliau beralasan, agar ia tidak manyangka bahwa aku membaca (Al-Qur'an) setiap saat. Maka dapat dipahami dari sini, bahwa mereka merasa ada sesuatu dalam dirinya yang mendorong untuk memperbagusnya karena orang lain, atau selain Allah, yang karenanya ia memutus amal tersebut.
Di antara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Allah dari kejujuran hati yang paling dalam dan beramal sebaiknya. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa:
« اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ »
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad)
Nabi kita sering memanjatkan doa agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang yang paling jauh dari kesyirikan. Inilah dia, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat besar dan utama, sahabat terbaik setelah Abu Bakar, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah:
“Ya Allah, jadikanlah seluruh amalanku amal yang saleh, jadikanlah seluruh amalanku hanya karena ikhlas mengharap wajahmu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalanku tersebut karena orang lain”. Aamiin.
وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
0 komentar:
Posting Komentar