بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
"Ummi, Haris dari tadi disuruh mandi nggak mau". Lapor khadimatku.
"Haris, mandi". Kataku berusaha lembut.
"Nggak mau ah!”
"Haris, mandi sama Mbak sekarang"
Haris tak bergeming. Rasa lelah, pikiran yang masih penuh, ditambah khadimat yang tak becus dan si Sulung yang tak mau menuruti perintahku, makin menambah emosi di dada.
"Haris, mandi sekarang juga!”
Kali ini aku benar-benar tak bisa mengontrol ucapanku. Kurasa suaraku begitu keras. Haris tampak kaget. Tapi hanya sejenak. Kemudian dari mulut mungilnya kudengar kata:
"Entar, bego!”
Rasanya emosiku sudah tak di dada lagi, tapi sudah naik hingga ubun-ubun. Dari mana dia mendapat perkataan itu?. Bagaimana mungkin Haris-ku bisa berkata seperti itu pada ibunya?. Kupegang kedua bahunya, masih dengan amarah di dada.
"Bicara apa kamu? Dari mana dapat omongan itu? Dengar ya, UMMI NGGAK IKHLAS kamu bicara seperti itu. Ummi nggak ikhlas! Sekarang juga kamu minta maaf!”
"Ayo, minta maaf sama Ummi!”
"Ma-af, Mi”
"Ya sudah, Ummi maafkan. Sekarang kamu mandi sama Mbak!” kataku. Ucapan ”Ummi maafkan” sepertinya hanya sekadar saja keluar dari mulutku. Amarah dan kecewa anakku mengucapkan kalimat tadi masih menggumpal di dadaku.
Keesokan harinya, amarahku sudah terkikis. Sore hari aku mengecek pelajaran Haris. aku ingat esok hari Haris ada tugas mengulang mengulang hafalan.
"Ah, surat-surat yang mesti diulang hampir semua sudah Haris hafal. Insya Allah, Haris bisa.” kataku yakin.
Setelah itu aku membantu Haris untuk mengulang hafalan.
"Ayo, baca bismillah dulu, Ris...”
"Bis...” suara Haris terputus.
"Lho kok, bis... bis-millah...”
"Bis...” lagi-lagi suara Haris terputus.
"Haris... jangan bercanda. Ayat Al Quran jangan dipermainkan. Ayo ulang lagi, bismillah...”
"Bis...”
"Haris!” emosiku mulai naik.
"Tapi, Mi... Haris nggak bisa...”
"Masak bismillah saja tidak bisa, bis-mi-Allah...”
Haris mencoba mengulang, tapi lagi-lagi terhenti di kata ”bis”. Aku benar-benar tak habis pikir.
"Haris! Ummi serius ini. Kamu jangan bercanda, mempermainkan ayat Al Quran! Coba, A-L-L-A-H...”
"A.... A... Ummi haris nggak bisa...”
"-L-L-A-H.... ulang lagi... A-L-L-A-H… BISMILLAH…”
“A…. A…”
Aku mulai panik. Kuamati wajah Haris. Dia tak terlihat bercanda atau mempermainkanku.
“Istighfar dulu, Ris, As-tag-fi-ru-llah…”
”Astagfiru...” lagi-lagi suara Haris terputus.
Aku semakin panik. Ada apa dengan anakku? Padahal dia sudah hafal setengah juz 30. bagaimana mungkin menyebut ”bismillah”, ”astagfirullah,” bahkan ”Allah” saja tak bisa. Aku berusaha menenangkan diri.
"Yuk, bareng Ummi... kita istighfar...”
"Astagfirullah...”
Namun lagi-lagi, Haris tak dapat menyelesaikan kalimat tersebut. Aku benar-benar tak habis pikir. Beberapa kali kuminta Haris mengulang kata Allah tak juga bisa. Tiba-tiba runtunan kejadian kemarin berkelebat di otakku.
"Astagfirullah”. Kuucap berulang kali
Kalimat "ummi tidak ikhlas” terngiang-ngiang. Inikah yang menyebabkan Haris tak dapat menyebut kata Allah?. Tapi bagaimana mungkin?. Haris masih kecil, baru 6 tahun. Namun, tak ada yang tak mungkin bagi Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya. Langsung kupeluk Haris, air mata berbulir jatuh.
"Maafkan Ummi, ya, Ris... maafkan, Ummi. Ummi juga memaafkan semua kekhilafan Haris. Ummi maafkan kesalahan Haris”
Kupeluk Haris makin erat. Haris tampak tak mengerti. Air mataku menderas.
"Maafkan Ummi... dan Ummi maafkan Haris...”
Setelah beberapa saat menenangkan diri, aku minta Haris untuk sama-sama membaca istighfar kembali. Dan subhanallah... tanpa kesulitan Haris mengucap dengan lancar. Dan kemudian kalimat bismillah dan kemudian surat-surat Al Quran yang hendak ia ulang semua lancar dibaca.
وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
0 komentar:
Posting Komentar