بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Suatu ketika Rasulullah SAW berada di dalam Masjid Nabawi,
Madinah. Selepas menunaikan shalat, beliau menghadap para sahabat untuk
bersilaturahmi dan memberikan tausiyah. Tiba-tiba, masuklah seorang pria ke
dalam masjid, lalu melaksanakan shalat dengan cepat.
Setelah selesai, ia segera menghadap Rasulullah SAW dan
mengucapkan salam. Rasul berkata pada pria itu, “Sahabatku, engkau tadi belum
shalat ”
Betapa kagetnya orang itu mendengar perkataan Rasulullah
SAW. Ia pun kembali ke tempat shalat dan mengulangi shalatnya. Seperti
sebelumnya ia melaksanakan shalat dengan sangat cepat. Rasulullah SAW tersenyum
melihat “gaya” shalat seperti itu.
Setelah melaksanakan shalat untuk kedua kalinya, ia kembali
mendatangi Rasulullah SAW. Begitu dekat, beliau berkata pada pria itu,
“Sahabatku,tolong ulangi lagi shalatmu, Engkau tadi belum shalat.”
Lagi-lagi orang itu merasa kaget. Ia merasa telah
melaksanakan shalat sesuai aturan. Meski demikian, dengan senang hati ia
menuruti perintah Rasulullah SAW. Tentunya dengan gaya shalat yang sama.
Namun seperti “biasanya”, Rasulullah SAW menyuruh orang
tersebut mengulangi shalatnya kembali. Karena bingung, ia pun berkata, “Wahai
Rasulullah, demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa
melaksanakan shalat dengan lebih baik lagi. Karena itu, ajarilah aku ”
“Sahabatku,” kata Rasulullah SAW dengan tersenyum, “Jika
engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah
Al-Fatihah dan surat dalam Alquran yang engkau pandang paling mudah. Lalu,
rukuklah dengan tenang (thuma’ninah), lalu bangunlah hingga engkau berdiri
tegak. Selepas itu, sujudlah dengan tenang, kemudian bangunlah hingga engkau
duduk dengan tenang. Lakukanlah seperti itu pada setiap shalatmu.”
Kisah dari Mahmud bin Rabi’ Al Anshari dan diriwayatkan Imam
Bukhari dalam Shahih-nya ini memberikan gambaran bahwa shalat tidak cukup
sekadar “benar” gerakannya saja, tapi juga harus dilakukan dengan tumaninah,
tenang, dan khusyuk.
Kekhusukan ruhani akan sulit tercapai, bila fisiknya tidak
khusyuk. Dalam arti dilakukan dengan cepat dan terburu-buru. Sebab, dengan
terlalu cepat, seseorang akan sulit menghayati setiap bacaan, tata gerak tubuh
menjadi tidak sempurna, dan jalinan komunikasi dengan Allah menjadi kurang
optimal. Bila hal ini dilakukan terus menerus, maka fungsi shalat sebagai
pencegah perbuatan keji dan munkar akan kehilangan makna.
Hikmah Gerakan Shalat
Sebelum menyentuh makna bacaan shalat yang luar biasa,
termasuk juga aspek “olah rohani” yang dapat melahirkan ketenangan jiwa, atau
“jalinan komunikasi” antara hamba dengan Tuhannya, secara fisik shalat pun
mengandung banyak keajaiban.
Setiap gerakan shalat yang dicontohkan Rasulullah SAW sarat
akan hikmah dan bermanfaat bagi kesehatan. Syaratnya, semua gerak tersebut
dilakukan dengan benar, tumaninah serta istiqamah (konsisten dilakukan).
Dalam buku Mukjizat Gerakan Shalat, diungkapkan bahwa
gerakan shalat dapat melenturkan urat syaraf dan mengaktifkan sistem keringat
dan sistem pemanas tubuh. Selain itu juga membuka pintu oksigen ke otak,
mengeluarkan muatan listrik negatif dari tubuh, membiasakan pembuluh darah
halus di otak mendapatkan tekanan tinggi, serta membuka pembuluh darah di
bagian dalam tubuh (arteri jantung).
Kita dapat menganalisis kebenaran sabda Rasulullah SAW dalam
kisah di awal.
“Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka
bertakbirlah.”
Saat takbir Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya ke
atas hingga sejajar dengan bahu-bahunya (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar).
Takbir ini dilakukan ketika hendak rukuk, dan ketika bangkit dari rukuk.
Beliau pun mengangkat kedua tangannya ketika sujud. Apa
maknanya? Pada saat kita mengangkat tangan sejajar bahu, maka otomatis kita
membuka dada, memberikan aliran darah dari pembuluh balik yang terdapat di
lengan untuk dialirkan ke bagian otak pengatur keseimbangan tubuh, membuka mata
dan telinga kita, sehingga keseimbangan tubuh terjaga.
“Rukuklah dengan tenang (tumaninah).” Ketika rukuk,
Rasulullah SAW meletakkan kedua telapak tangan di atas lutut (HR Bukhari dari
Sa’ad bin Abi Waqqash). Apa maknanya? Rukuk yang dilakukan dengan tenang dan
maksimal, dapat merawat kelenturan tulang belakang yang berisi sumsum tulang
belakang (sebagai syaraf sentral manusia) beserta aliran darahnya. Rukuk pun
dapat memelihara kelenturan tuas sistem keringat yang terdapat di pungggung,
pinggang, paha dan betis belakang. Demikian pula tulang leher, tengkuk dan
saluran syaraf memori dapat terjaga kelenturannya dengan rukuk. Kelenturan
syaraf memori dapat dijaga dengan mengangkat kepala secara maksimal dengan mata
mengharap ke tempat sujud.
“Lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak.” Apa maknanya?
Saat berdiri dari dengan mengangkat tangan, darah dari kepala akan turun ke
bawah, sehingga bagian pangkal otak yang mengatur keseimbangan berkurang
tekanan darahnya. Hal ini dapat menjaga syaraf keseimbangan tubuh dan berguna
mencegah pingsan secara tiba-tiba.
“Selepas itu, sujudlah dengan tenang.” Apa maknanya? Bila
dilakukan dengan benar dan lama, sujud dapat memaksimalkan aliran darah dan
oksigen ke otak atau kepala, termasuk pula ke mata, telinga, leher, dan pundak,
serta hati. Cara seperti ini efektif untuk membongkar sumbatan pembuluh darah
di jantung, sehingga resiko terkena jantung koroner dapat diminimalisasi.
“Kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang.” Apa
maknanya? Cara duduk di antara dua sujud dapat menyeimbangkan sistem elektrik
serta syaraf keseimbangan tubuh kita. Selain dapat menjaga kelenturan syaraf di
bagian paha dalam, cekungan lutut, cekungan betis, sampai jari-jari kaki.
Subhanallah!
Masih ada gerakan-gerakan shalat lainnya yang pasti memiliki
segudang keutamaan, termasuk keutamaan wudhu. Semua ini memperlihatkan bahwa
shalat adalah anugerah terindah dari Allah SWT bagi hambanya yang beriman.
وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
0 komentar:
Posting Komentar